Friday, August 1, 2008

LAMAN AQIDAH

Mengenal Allah S.w.t

Oleh : Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi

Tak kenal maka tak cinta, demikian bunyi pepatah. Banyak orang mengaku mengenal Allah, tapi mereka tidak cinta kepada Allah. Buktinya, mereka banyak melanggar perintah dan larangan Allah. Sebabnya, ternyata mereka tidak mengenal Allah dengan sebenarnya.

Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah bukan sesuatu yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?

Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majlis dzikir, atau di majlis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.

Yang dimaksud dalam pembahasan ini iaitu mengenal Allah yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita boleh mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam problem hidup.

Faktanya, banyak yang mengaku mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam. Lalu apa manfaat kita mengenal Allah kalau keadaannya demikian? Dan apa ertinya kita mengenal Allah sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya?

Maka dari itu mari kita menyemak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan boleh memetik buahnya dalam wujud amal.

Mengenal Allah ada empat cara iaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.

Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik secara global mahupun terperinci.

Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara iaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)

Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164)

Mengenal Wujud Allah.

Iaitu beriman bahawa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeza-beza bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahawa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahawa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita meyakini bahawa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahawa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)

Mengenal Rububiyah Allah

Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara iaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)

Maknanya, menyakini bahawa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rezeki, mendatangkan segala manfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah.

Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahawa tidak ada seorang pun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

Maka ketika seseorang meyakini bahawa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, bererti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Dalam masalah rububiyah Allah sebahagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahawa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak meyakini bahawa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak dapat berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?

Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahawa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )

Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:

“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak boleh memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)

Keyakinan sebahagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:

“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)

“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)

“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)

Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.

Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sedari betapa besar kerosakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih meyakini bahawa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan manfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus berduyun-duyun meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.

Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rosak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.

Ringkasnya, tidak ada yang boleh memberi rezeki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah

Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah.

Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:
“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Allah berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)

Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)

Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikit pun kepada selain Allah kerana semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Aku tidak perlu kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu )

Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap boleh terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, boleh melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.

Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”

Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah

Maksudnya, kita beriman bahawa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahawa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)

“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)

Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimahukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikit pun. Imam Syafi’i meletakkan kaedah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimahukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimahukan oleh Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36)

Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimahukan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan dan dibenci dalam agama. Allah berfirman:

“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)

“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)

Wallahu ‘alam

couple?????

Bercouple???Apr 1, '07 4:16 AM
for everyone

BERCOUPLE, setiap kali kita mendengarnya
akan
terlintas di benak kita sepasang insan yang
sedang mabuk cinta dan dilanda
asmara
. Saling
mengungkapkan rasa sayang serta rindu, yang
kemudiannya memasuki sebuah biduk
pernikahan.
Lalu kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah
cinta itu fitrah setiap anak adam?
Bukankah setiap
orang memerlukan masa penyesuaian sebelum
pernikahan?

CINTA, Fitrah Setiap Manusia,
MANUSIA diciptakan oleh ALLAH SWT dengan
membawa fitrah (insting) untuk mencintai
lawan
jenisnya. Sebagaimana firman-NYA; Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, iaitu
wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan
sawah lading. Itulah kesenangan hidup di
dunia,
dan di sisi ALLAH lah tempat kembali
yang baik
(Syurga). (Ali Imran: 14).

Berkata Imam Qurthubi: ALLAH SWT memulai
dengan wanita kerana kebanyakan manusia
menginginkannya, juga kerana mereka
merupakan
jerat-jerat syaitan yang menjadi fitnah
bagi kaum
lelaki, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW; Tiadalah aku tinggalkan setelahku
selain
fitnah yang lebih berbahaya bagi lelaki
daripada
wanita. (Hadis Riwayat Bukhari, Muslim,
Tirmidzi,
Ibnu Majah)

Oleh kerana cinta merupakan fitrah
manusia, maka
ALLAH SWT menjadikan wanita sebagai
perhiasan
dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi
orang-orang
beriman di syurga dengan bidadarinya.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata;
Rasulullah SAW bersabda; Dunia ini adalah
perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah
wanita yang solehah. (Hadis Riwayat Muslim,
NasaI, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi)

ALLAH berfirman; Di dalam syurga-syurga
itu ada
bidadari-bidadari yang baik-baik lagi
cantik-cantik.
(ar-Rahman: 70)

Namun, Islam tidak membiarkan fitnah itu
mengembara tanpa batasannya. Islam telah
mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan
cinta, juga bagaimana batasan pergaulan
antara
dua insan berlawanan jenis sebelum
nikah, agar
semuanya tetap berada pada landasan
etika dan
norma yang sesuai dengan syariat.

ETIKA PERGAULAN DAN BATAS PERGAULAN DI
ANTARA LELAKI DAN WANITA MENURUT ISLAM.

1.Menundukkan pandangan:
ALLAH memerintahkan kaum lelaki untuk
menundukkan pandangannya, sebagaimana
firman-
NYA; Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya.
(an-
Nuur: 30)
Sebagaimana hal ini juga diperintahkan
kepada
kaum wanita beriman, ALLAH berfirman; Dan
katakanlah kepada wanita yang
beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya.
(an-
Nuur: 31)
2.Menutup Aurat;
ALLAH berfirman dan jangan lah mereka
mennampakkan perhiasannya, kecuali yang
biasa
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
melabuhkan kain tudung ke dadanya.
(an-Nuur: 31)
Juga Firman-NYA; Hai nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-
isteri orang mukmin: Hendaklah mereka
melabuhkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenali, kerana itu mereka tidak
diganggu. Dan
ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (an-Nuur: 59).
Perintah menutup aurat juga berlaku bagi
semua
jenis. Dari Abu Daud Said al-Khudri r.a.
berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seseorang
lelaki memandang aurat lelaki, begitu
juga dengan
wanita jangan melihat aurat wanita.
3.Adanya pembatas antara lelaki
dengan wanita;
Kalau ada sebuah keperluan terhadap kaum
yang
berbeza jenis, harus disampaikan dari
balik tabir
pembatas.
Sebagaimana firman-NYA; Dan apabila kalian
meminta sesuatu kepada mereka (para wanita)
maka mintalah dari balik hijab.
(al-Ahzaab: 53)
4.Tidak berdua-duaan Di Antara Lelaki
Dan Perempuan;
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang
lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita
kecuali bersama mahramnya. (Hadis Riwayat
Bukhari & Muslim)
Dari Jabir bin Samurah berkata;
Rasulullah SAW
bersabda: Janganlah salah seorang dari
kalian
berdua-duan dengan seorang wanita, kerana
syaitan akan menjadi ketiganya. (Hadis
Riwayat
Ahmad & Tirmidzi dengan sanad yang sahih)
5.Tidak Melunakkan Ucapan
(Percakapan):
Seorang wanita dilarang melunakkan ucapannya
ketika berbicara selain kepada suaminya.
Firman
ALLAH SWT; Hai isteri-isteri Nabi, kamu
sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara (berkata-kata yang menggoda)
sehingga
berkeinginan orang yang ada penyakit di
dalam
hatinya tetapi ucapkanlah
perkataan-perkataan
yang baik. (al-Ahzaab: 32)
Berkata Imam Ibnu Kathir; Ini adalah
beberapa
etika yang diperintahkan oleh ALLAH
kepada para
isteri Rasulullah SAW serta kepada para
wanita
mukminah lainnya, iaitu hendaklah dia kalau
berbicara dengan orang lain tanpa suara
merdu,
dalam pengertian janganlah seorang wanita
berbicara dengan orang lain sebagaimana dia
berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu
Kathir
3/350)
6.Tidak Menyentuh Kaum Berlawanan
Jenis;
Dari Maqil bin Yasar r.a. berkata;
Seandainya
kepala seseorang ditusuk dengan jarum
besi itu
masih lebih baik daripada menyentuh kaum
wanita
yang tidak halal baginnya. (Hadis Hasan
Riwayat
Thabrani dalam Mujam Kabir)
Berkata Syaikh al-Abani Rahimahullah; Dalam
hadis ini terdapat ancaman keras
terhadap orang-
orang yang menyentuh wanita yang tidak halal
baginya. (Ash-Shohihah 1/448) Rasulullah SAW
tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam
saat-saat penting seperti membaiat dan lain-
lainnya. Dari Aishah berkata; Demi ALLAH,
tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh
tangan
wanita sama sekali meskipun saat membaiat.
(Hadis Riwayat Bukhari)

Inilah sebahagian etika pergaulan lelaki
dan wanita
selain mahram, yang mana apabila seseorang
melanggar semuanya atau sebahagiannya saja
akan menjadi dosa zina baginya, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW; Dari Abu Hurairah
r.a. dari
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
ALLAH menetapkan untuk anak adam bahagiannya
dari zina, yang pasti akan mengenainya.
Zina mata
dengan memandang, zina lisan dengan
berbicara,
sedangkan jiwa berkeinginan serta berangan-
angan, lalu farji yang akan membenarkan atau
mendustakan semuanya. (Hadis Riwayat
Bukhari,
Muslim & Abu Daud)
Padahal ALLAH SWT telah melarang perbuatan
zina dan segala sesuatu yang boleh mendekati
kepada perbuatan zina. Sebagaimana Firman-
NYA; Dan janganlah kamu mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan jalan yang buruk.
(al-Isra: 32)


Hukum Bercouple

SETELAH memerhatikan ayat dan hadis
tadi, maka
tidak diragukan lagi bahawa bercouple
itu haram,
kerana beberapa sebab berikut:

1.Orang yang bercouple tidak mungkin
menundukkan pandangannya terhadap
kekasihnya.
2.Orang yang bercouple tidak akan
boleh menjaga hijab.
3.Orang yang bercouple biasanya
sering berdua-duaan dengan pasangan
kekasihnya, baik di dalam rumah atau di
luar rumah.
4.Wanita akan bersikap manja dan
mendayukan suaranya saat bersama kekasihnya.
5.Bercouple identik dengan saling
menyentuh antara lelaki dan wanita,
meskipun itu
hanya berjabat tangan.
6.Orang yang bercouple, boleh
dipastikan selalu membayangkan orang yang
dicintainya.

Dalam kamus bercouple, hal-hal tersebut
adalah
lumrah dilakukan, padahal satu hal saja
cukup
untuk mengharamkannya, lalu apatah lagi
kesemuanya atau yang lain-lainnya lagi?

Fatwa Ulama

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
ditanya
tentang hubungan cinta sebelum nikah.
Jawab beliau; Jika hubungan itu sebelum
nikah,
baik sudah lamaran atau belum, maka hukumnya
adalah haram, kerana tidak boleh
seseorang untuk
bersenang-senang dengan wanita asing (bukan
mahramnya) baik melalui ucapan, memandang,
atau berdua-duaan. Sebagaimana
Rasulullah SAW
bersanda: Janganlah seorang lelaki
bedua-duaan
dengan seorang wanita kecuali ada bersama-
sama mahramnya, dan janganlah seseorang
wanita berpergian kecuali bersama mahramnya.
Syaikh Abdullah bin abdur Rahman al-Jibrin
ditanya; Jika ada seseorang lelaki yang
berkoresponden dengan seorang wanita yang
bukan mahramnya, yang pada akhirnya mereka
saling mencintai, apakah perbuatan itu
haram?
Jawab beliau; Perbuatan itu tidak
diperbolehkan,
kerana boleh menimbulkan syahwat di antara
keduanya, serta mendorongnya untuk
bertemu dan
berhubungan, yang mana koresponden semacam
itu banyak menimbulkan fitnah dan menanamkan
dalam hati seseorang untuk mencintai
penzinaan
yang akan menjerumuskan seseorang pada
perbuatan yang keji, maka dinasihati
kepada setiap
orang yang menginginkan kebaikan bagi
dirinya
untuk menghindari surat-suratan, pembicaraan
melalui telefon, serta perbuatan
semacamnya demi
menjaga agama dan kehormatan dirinya.
Syaikh Jibrin juga ditanya; Apa hukumnya
kalau
ada seorang pemuda yang belum menikah
menelefon gadis yang juga belum menikah?
Jawab beliau; Tidak boleh berbicara dengan
wanita asing (bukan mahram) dengan
pembicaraan yang boleh menimbulkan syahwat,
seperti rayuan, atau mendayukan suara (baik
melalui telefon atau lainnya).
Sebagaimana firman
ALLAH SWT; Dan janganlah kalian melembutkan
suara, sehingga berkeinginan orang-orang
yang
berpenyakit di dalam hatinya.
(al-Ahzaab: 32).
Adapun kalau pembicaraan itu untuk sebuah
keperluan, maka hal itu tidak mengapa
apabila
selamat daripada fitnah, akan tetapi
hanya sekadar
keperluan.

Syubhat Dan Jawapan Yang Sebenarnya

Keharaman bercouple lebih jelas dari
matahari di
siang hari. Namun begitu masih ada yang
berusaha menolaknya walaupun dengan
dalil yang
sangat rapuh, antaranya:

Tidak Boleh dikatakan semua cara
bercouple itu
haram, kerana mungkin ada orang yang
bercouple
mengikut landasan Islam, tanpa melanggar
syariat

Jawabnya: Istilah bercouple berlandaskan
Islam
itu Cuma ada dalam khayalan, dan tidak
pernah
ada wujudnya. Anggap sajalah mereka boleh
menghindari khalwat, menyentuh serta menutup
aurat. Tetapi tetap tidak akan boleh
menghindari
dari saling memandang, atau saling
membayangkan kekasihnya dari masa ke semasa.
Yang mana hal itu jelas haram
berdasarkan dalil
yang kukuh.

Biasanya sebelum memasuki alam perkahwinan,
perlu untuk mengenal terlebih dahulu calon
pasangan hidupnya, fizikal, karaktor,
yang mana
hal itu tidak akan boleh dilakukan tanpa
bercouple,
kerana bagaimanapun juga kegagalan sebelum
menikah akan jauh lebih ringan daripada
kalau
terjadi setelah menikah.

Jawabnya: Memang, mengenal fizikal dan
karaktor
calon isteri mahupun suami merupakan
satu hal
yang diperlukan sebelum memasuki alam
pernikahan, agar tidak ada penyesalan di
kemudian
hari. Namun, tujuan ini tidak boleh
digunakan untuk
menghalalkan sesuatu yang telah sedia
haramnya.

Ditambah lagi, bahawa orang yang sedang
jatuh
cinta akan berusaha bertanyakan segala
yang baik
dengan menutupi kekurangannya di hadapan
kekasihnya. Juga orang yang sedang jatuh
cinta
akan menjadi buta dan tuli terhadap
perbuatan
kekasihnya, sehingga akan melihat semua yang
dilakukannya adalah kebaikan tanpa cacat.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu
Darda; Cintamu pada sesuatu membuatmu buta
dan tuli.

Fenomena Couple

Dalam situasi terkini, fenomena
pergaulan bebas
dan pengabaian terhadap nilai-nilai
murni Islam
berlaku pada tahap yang amat membimbangkan.
Kebanyakan umat Islam kini tidak lagi
menitik
beratkan nilai-nilai dan adab-adab sopan
yang
dianjurkan oleh Islam melalui al-Quran
dan sunnah
rasul-NYA. Mereka bukan setakat
mengabaikannya dan menganggap perkara itu
tidak penting, bahkan mereka
menganggapkannya
sebagai satu perkara yang menyusahkan
aktiviti
mereka yang menurutkan nafsu dan perasaan
semata-mata itu. Nauzubillah

Marilah kita sama-sama menjauhi perkara yang
seumpama itu dan mejauhi hal-hal yang telah
dilarang (haram). Tegakkanlah yang benar dan
katakanlah salah kepada yang batil.
Janganlah
berhujah untuk membenarkan perkara yang
telah
terang haramnya di sisi ALLAH.